Sabtu, Maret 01, 2008

Sampah Sumbang Laju Perubahan Iklim Global

Selain emisi dari kegiatan manusia dalam bidang energi, kehutanan, pertanian, dan peternakan, sampah juga menjadi penyumbang besar dalam perubahan iklim global.

Data Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) yang diperoleh di Jakarta, Selasa, menyebutkan bahwa manusia dalam setiap kegiatannya selalu menghasilkan sampah yang memberikan kontribusi sangat besar terhadap emisi gas rumah kaca

Fakta ilmiah menunjukkan bahwa sampah adalah salah satu penyumbang gas rumah kaca dalam bentuk metana (CH4) dan karbondioksida (CO2).

Pembuangan sampah terbuka di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah mengakibatkan sampah organik yang tertimbun mengalami dekomposisi secara anaerobik, dan proses itu menghasilkan gas CH4.

Metana sendiri mempunyai kekuatan merusak hingga 20-30 kali lebih besar daripada CO2.

Sampah menghasilkan gas metana (CH4) dengan komposisi rata-rata tiap satu ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metana.

Menurut Anggita Dhiny Rarastri dari Deputi Urusan Pengendalian Pencemaran KLH, dengan jumlah penduduk yang terus meningkat di Indonesia, diperkirakan pada tahun 2020 sampah yang dihasilkan per hari sekitar 500 juta kg/hari atau 190 ribu ton/tahun.

"Ini berarti pada tahun tersebut Indonesia akan mengemisikan gas metana ke atmosfer sebesar 9.500 ton," kata Anggita.

Ia pun merujuk kepada rekomendasi hasil kajian Pelangi dan KLH, "Sampah kota perlu dikelola secara benar, agar laju perubahan iklim bisa diperlambat".

Menurut data KLH, pada tahun 1995 rata-rata orang di perkotaan di Indonesia menghasilkan sampah 0,8 kg per hari dan terus meningkat hingga satu kg per orang per hari pada tahun 2000.

Lebih lanjut diperkirakan timbunan sampah pada tahun 2020 untuk tiap orang tiap hari di Indonesia mencapai 2,1 kg.

Walaupun sama-sama menghasilkan sampah, jumlah gas metana yang diemisikan negara berkembang dan negara maju tidaklah serupa. Secara global kira-kira 65 persen emisi gas metana dari TPA berasal dari negara maju, sementara 15 persen dari negara transisi secara ekonomi, dan 20 persen dikontribusikan oleh negara berkembang.

Gas metana berada di atmosfer dalam jangka waktu sekitar 7-10 tahun dan dapat meningkatkan suhu sekitar 1,3 derajat Celsius per tahun.

Sumber: ANTARA

Tidak ada komentar: